Jumat, 06 April 2012

Gentoo


Gentoo Linux adalah distribusi Linux yang relatif tidak ramah kepada pemula. Gentoo Linux menuntut pengguna untuk sedikit banyak mengetahui cara kerja sistem. Hampir semua paket perangkat lunak di Gentoo harus di-compile dari source code. Walaupun hal ini sudah diotomatisasi oleh utilitas Portage, tetap saja dibutuhkan pengetahuan yang lebih dari pengguna. Soal instalasi? Jangan bandingkan dengan distribusi user friendly semacam Ubuntu yang bisa diinstal kurang dari 30 menit. Instalasi ‘normal’ Gentoo Linux bisa memakan waktu sehari atau lebih.

Jadi mengapa saya tetap memilih Gentoo Linux?

Sebelum Gentoo, distribusi pilihan saya adalah RedHat Linux. Siklus rilis RedHat adalah sekitar enam bulan sekali. Walaupun demikian RedHat tetap memberi dukungan terhadap versi lama sampai kurang lebih dua tahun setelah versi tersebut dirilis. Hal tersebut memungkinkan saya untuk melakukan upgrade setiap dua tahun sekali, walaupun biasanya saya sudah melakukan upgrade lebih cepat lagi.
Masalah timbul setelah RedHat menghentikan produksi RedHat Linux, dan beralih untuk mengembangkan Fedora Linux. Untuk Fedora, RedHat juga memiliki kebijaksanaan siklus rilis setiap kurang lebih enam bulan sekali. Tetapi tidak seperti RedHat Linux, dukungan update berhenti setelah versi baru dirilis. Jadi setiap enam bulan sekali pengguna terpaksa untuk memperbaharui sistemnya jika ingin mendapatkan pembaharuan.
Bagi saya upgrade setiap enam bulan terlalu cepat, apalagi dalam keadaan terpaksa. Setiap kali upgrade harus ada waktu yang diluangkan untuk melakukan migrasi berkas-berkas konfigurasi dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan upgrade. Untuk itu saya mulai menjajaki distribusi lainnya. Distribusi yang saya coba waktu itu adalah Mandrake, Debian, dan terakhir Gentoo.
Pilihan akhirnya saya jatuhkan ke Gentoo. Alasan utama saya adalah bahwa Gentoo bisa diperbaharui secara kecil dan terus menerus (incremental). Beban untuk melakukan migrasi ke versi baru bisa dilakukan secara sedikit demi sedikit setiap minggu, dan bukan secara sekaligus setiap enam bulan sekali misalnya.
Memang Gentoo adalah distribusi yang membutuhkan waktu yang sangat lama dalam melakukan instalasi. Pertama saya menggunakan Gentoo, saya membutuhkan kurang lebih tiga hari untuk melakukannya. Untungnya hal ini hanya perlu dilakukan satu kali saja, paling tidak jika pengguna belum berniat untuk memperbaharui versi GCC, glibc atau paket perangkat lunak dasar lainnya. Jika sudah mahir, instalasi Gentoo tidak perlu sampai menghalangi produktivitas. Pada instalasi Gentoo saya yang kesekian, saya melakukan instalasi di bawah KNOPPIX. Dengan demikian saya bisa tetap melakukan aktivitas sehari-hari sambil menunggu proses instalasi Gentoo berakhir.
Terkadang memang ada beberapa kasus upgrade yang membutuhkan perlakuan khusus, semisal upgrade ke modular X.org dan sebagainya. Tetapi biasanya pencarian sederhana di Google, Gentoo Wiki, maupun Gentoo Forum akan membuahkan solusinya.
Gentoo adalah salah satu distribusi dengan komunitas yang sangat kuat. Hampir semua aplikasi yang saya inginkan sudah dapat di-emerge dengan mudah. Saya pikir hanya Debian yang bisa mengalahkan Gentoo dalam urusan jumlah paket perangkat lunak yang didukung dengan resmi. Sebuah aplikasi yang baru dirilis terkadang sudah memiliki ebuild dalam kurang dari 1-2 hari saja. Jika repository utama Gentoo belum memiliki aplikasi yang kita inginkan, biasanya ebuild yang kita cari bisa dapat dengan mudah ditemukan di bugs.gentoo.org atau di Gentoo Forum. Selain itu, membuat ebuild juga sangat mudah: aplikasi yang ber-autoconf hanya membutuhkan ebuild sepanjang beberapa baris saja. Ebuild adalah sebuah script yang berisi instruksi untuk melakukan instalasi program, dari mulai mengunduh program, melakukan kompilasi sampai meng-install-nya ke dalam sistem. Karena ebuild adalah sebuah script, maka ebuild bisa bekerja terlepas dari berapa versi GCC atau glibc yang digunakan, tidak seperti paket perangkat lunak yang berisi binary hasil kompilasi yang biasanya sangat tergantung dari tempat dimana binary tersebut dihasilkan. Dengan demikian, keberadaan repository pihak ketiga tidak terlalu membawa masalah seperti halnya pada distribusi-distribusi yang mengandalkan paket perangkat lunak binary.
Sekitar tiga bulan yang lalu, saya berniat ingin mencoba game Simutrans. Game freeware tanpa kode sumber ini ternyata tidak jalan di Gentoo Linux saya. Alasannya, sistem saya masih menggunakan GCC versi 3.3, sedangkan Simutrans di-compile menggunakan GCC 4.1. Sedangkan untuk memperbaharui sistem saya ke GCC 4.1 akan membutuhkan waktu kurang lebih sama dengan yang dibutuhkan untuk melakukan instalasi ulang. Untuk itu saya terlebih dahulu mencoba distro lainnya dengan harapan ada yang bisa memenuhi selera saya dan saya tidak perlu menghabiskan 1-2 hari untuk melakukan rekompilasi atau reinstalasi.
Distro yang saya evaluasi tentunya tidak jauh-jauh dari Ubuntu dan OpenSuSE. Tetapi ujung-ujungnya saya tetap menghabiskan waktu dan bandwidth saya untuk melakukan reinstalasi Gentoo Linux. Kedua distro tersebut tentunya bukan sembarang distro, tetapi ternyata saya lebih cocok dengan Gentoo Linux, entah sampai kapan. Walaupun demikian, saya gila jika menganjurkan Gentoo Linux kepada pengguna komputer kasual. Kebanyakan pengguna Linux mungkin akan lebih cocok dengan OpenSuSE maupun Ubuntu dan derivatif-derivatifnya.

0 komentar:

Posting Komentar